Oleh: Munif Kholifah Sulistiyoningrum
A. Pendahuluan
Hari-hari belakangan ini, kita dengan pedih melihat beragam kontes yang memperlihatkan kualitas dan mental pemimpin kita, yang cenderung berpikir parsial dan tidak berpijak pada masa depan. Kita melihat sebuah permainan aneh. Misalnya, hanya karena harga BBM turun tiga kali, lalu pemerintah dianggap berhasil dan prorakyat.
Kita juga menyaksikan betapa berapi-apinya seorang capres mengucapkan misinya untuk menyediakan sembako murah kepada rakyat. Atau, seorang calon presiden yang dengan gagahnya merasa pilu dengan kondisi ekonomi saat ini dan berjanji akan mengembalikan minyak-minyak murah kepada rakyat.
Entah apa lagi yang dijanjikan para pemimpin itu kepada rakyat? Apa mereka tidak melihat perubahan global ke depan yang bakal menyaksikan semakin keringnya ladang-ladang minyak kita? Apa mereka tidak sadar betapa petani di Tanah Air masih banyak yang bergelut dengan kemiskinan? Apa yang terjadi jika produk-produk pertanian mereka dijual murah?
Kita berharap, para pemimpin bangsa ini lebih bijaksana dan cerdas dalam mengedukasi bangsa yang sudah semakin pintar ini. Kita tidak ingin memiliki pemimpin yang bervisi pendek dan terpecah-pecah. Tentu, masih ada waktu bagi mereka untuk mengubah dagelan konyol itu menjadi sebuah kontes bermutu. Melahirkan pemimpin Indonesia masa depan dalam era globalisasi dengan berbagai dampaknya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah keharusan dan kebutuhan yang sangat mendesak.
B. Tantangan Ke Depan
Tidak dapat disangkal bahwa globalisasi menghadirkan perubahan yang sangat besar dan cepat, menciptakan tantangan berat serta melahirkan berbagai kesulitan. Salah satu konsekuensi yang tidak mungkin dihindari karena sudah menjadi kesepakatan bersama (kontrak sosial) yang harus dilaksanakan dan dipatuhi bersama, adalah ketika era pasar bebas 2020 bergulir memasuki dan mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesoa. Momentum itu bisa merobek-robek dan mencampakan kehidupan masyarakat dan bangsa ini ke dalam jurang kenistaan, kalau sumber daya manusia (SDM) bangsa ini tidak dipersiapkan dengan seksama. Ketika negeri ini menjadi ajang transaksi global, ketika tuan-tuan dari negeri antah berantah dengan kemampuan investasi, manajemen dan teknologi yang mumpuni dan teruji menguasai pasar serta menjadi ”tuan” di negeri ini. Bangsa kita (kalau tidak siap bersaing) ”akan menjadi kuli di negeri sendiri”.
Di pihak lain krisis multidimensi yang dialami bangsa ini belum menemukan solusi yang tepat, arah dan kebijakan yang jelas bahkan cenderung semakin melemah dan rawan terhadap goncangan serta pengaruh dunia luar (globalisasi).
Memudarnya pluralitas, melemahnya kesatuan dan persatuan bangsa (kebersamaan), melemahnya wawasan kebangsaan, menurunnya moralitas bangsa yang diiringi dengan menguatnya politik kepentingan dan golongan, menguatnya kelompok fundamentalis yang menghadirkan berbagai ancaman teror dan kekerasan serta lemahnya kepemimpinan bangsa (seperti yang dipersoalkan oleh para analis di berbagai media) menghambat langkah menuju Indonesia Jaya yang adil, makmur dan sejahtera. Juga menjadi ancaman besar bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Bangsa Indonesia dengan berbagai latar belakang budayanya harus bergandengan tangan membangan sinergi dalam gerakan doa dan karya bagi terjadinya transformasi Indonesia. Namun masih ada tanya, ”Mengapa negeri ini belum mampu keluar dari krisis? Apa yang salah dengan bangsa ini? Mengapa transformasi belum juga mewujud?”. Transformasi adalah sebuah proses, termasuk didalamnya proses inventarisasi permasalahan bangsa, akar permasalahan yang membelenggu kehidupan bangsa dan solusi-solusi bagi permasalahan bangsa. Dan salah satu yang paling penting adalah proses penyiapan sumber daya manusia yang handal bagi masa depan bangsa.
Dalam situasi dan kondisi bangsa seperti ini kalau memang kita concern memikirkan masa depan bangsa, tidak ada pilihan lain kita harus memprioritaskan penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang cerdas, kuat, tangguh dan siap bertarung dalam era persaingan bebas yang sangat keras dan ketat. Wacana publik yang muncul kepermukaan ahir-ahir ini, ”menyoal sosok kepemimpinan bangsa yang kuat” sangat relevan dengan situasi dan kondisi bangsa saat ini.
C. Masa Depan Kepemimpinan Bangsa
Masa depan bangsa ini tergantung pada manusianya, manusia yang memimpin bangsa ini akan menentukan warna, arah dan masa depan bangsa. John Naisbitt dan Patricia Aburdene melalui ramalannya telah menguak (forstate) masa depan yang disimbolkan sebagai kecenderungan besar milenium baru yang akan mempengaruhi milenium berikutnya. Futurolog itu mengatakan : ”....Bila kita berbicara tentang abad XXI kita membayangkan teknologi, perjalanan ruang angkasa, bioteknologi dan Robot. Namun wajahmasa depan kita lebih kompleks dibandingkan dengan teknologi yang kita bayangkan. Terobosan-terobosan abad XXI yang paling menggairahkan akan terjadi bukan karena teknologi tetapi karena konsep tentang apa artinya menjadi manusia.” (Megatrends 2000, Jakarta: Warta Ekonomi, 1990). Konsep tentang ”apa artinya menjadi manusia” yang membuat abad XXI menjadi sedemikian kompleks perlu digaris bawahi, karena memang manusialah yang akan mewarnai zamannya dan bertanggung jawab kepada sesama serta kepada generasi penerusnya.
Dari sekian banyak daftar dosa yang menodai bangsa dan menghambat pemulihan bangsa adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah ”mengakar” dan ”membudaya” serta berkembang dalam setiap strata masyarakat dari tataran paling atas sampai tataran paling bawah.
Jadi sangatlah jelas, dalam mempesiapakan pemimpin Indonesia masa depa dua aspek yang sangat penting dan memerlukan perhatian dan penanganan secara khusus adalah aspek kualitas manusia dan moralitasnya.
Pemimpin Indonesia masa depan yang diharapkan tidak akan datang secara tiba-tiba dari langit tetapi harus dilahirkan dari rahim Ibu Pertiwi Indonesia dan dipersiapkan kelahirannya dengan seksama dan penuh tanggung jawab oleh seluruh elemen bangsa. Dalam hal ini pemuka agama sebagai bagian integral dari warga bangsa yang mempunyai peran sentral sebagai pembimbing, pembina dan penjaga moral bangsa harus dan sangat bertanggung jawab dalam proses melahirkan Pemimpin Indonesia masa depan.
Melahirkan dan mempersiapkan pemimpin Indonesia masa depan harus menjadi komitmen, gerakan dan tekad bersama seluruh elemen bangsa yang beorientasi pada gerakan moral. Mempersiapkan generasi muda dalam proses pemulihan bangsa untuk menjadi garam dan terang secara holistik diberbagai bidang kehidupan bangsa (sosial, ekonomi, politik, hukum, pendidikan, agama, TNI dan Polri). Upaya ini diharapkan menjadi gerakan menyeluruh yang digemakan di kota-kota dan desa-desa di seluruh Indonesia, mengalir di seluruh aspek kehidupan masyarakat menjadi gerakan yang luar biasa dan mengangkat derajat bangsa menjadi bangsa yang luar biasa.
D. Karakter Pemimpin Indonesia ke Depan
Peran pemimpin amat besar dalam perkembangan satu masyarakat, negara dan bangsa. Dalam sejarah bangsa Indonesia diakui peran besar Mahapatih Gajah Mada yang dalam abad ke 15 menjadikan kerajaan Majapahit maju, sejahtera dan berwibawa. Pada waktu itu wibawa dan pengaruh Majapahit terasa di seluruh Asia Tenggara. Dalam sejarah Cina modern menonjol peran Deng Xiaoping yang mengangkat bangsanya yang terpuruk dan amat berantakan oleh Revolusi Kebudayaan kembali menjadi bangsa yang maju dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Dalam sejarah India dikenal peran Mahatma Gandhi dan Pandit Jawaharlal Nehru yang memimpin bangsanya keluar dari penjajahan dan tampil sebagai bangsa India merdeka yang sekarang makin tampak dalam arena dunia. Dan bangsa Indonesia menjadi merdeka karena kepemimpinan Soekarno dan Mohamad Hatta yang berhasil mengakhiri penjajahan dari bumi Indonesia.
Kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia dalam abad ke 21 ini juga akan amat ditentukan oleh kepemimpinan yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Sayangnya adalah bahwa pada waktu ini bangsa Indonesia sedang berada dalam krisis kepemimpinan. Sejak berakhirnya kepemimpinan Presiden Soeharto pada tahun 1998 dan dicanangkan Reformasi belum timbul pemimpin-pemimpin baru yang menunjukkan kemampuan memadai untuk memecahkan berbagai persoalan bangsa yang sifatnya multi-dimensional. Hal itu merupakan ironi karena hakikatnya Reformasi memperjuangkan perbaikan keadaan bangsa di semua aspek kehidupan. Akan tetapi pasti satu saat nanti akan timbul pemimpin yang mampu mengajak rakyat Indonesia mengatasi berbagai persoalannya dan langkah demi langkah mewujudkan tujuan perjuangan bangsa, yaitu masyarakat yang adil dan sejahtera berdasarkan Pancasila.
Untuk menjadi bangsa maju dan sejahtera diperlukan pemimpin bermutu di semua tingkat dan tidak hanya pada tingkat nasional, dan di semua bidang kehidupan dan tidak hanya di bidang politik saja. Akan tetapi apabila pada tingkat nasional ada pemimpin yang besar kemampuannya, akan merangsang bangkitnya pula pemimpin-pemimpin yang bermutu di semua tingkat dan aspek kehidupan masyarakat.
Bagaimanakah pemimpin masa depan yang kiranya dapat mengajak bangsa Indonesia mencapai kemajuan dan kesejahteraan yang adil dan merata, lahir dan batin ?
Prof. Sayidiman Suryohadiprojo dalam gagasannya mengemukakan tujuh sarat yang seharusnya dipenuhi oleh calon pemimpin Indonesia ke depan. Sudah barang tentu harus dipenuhi syarat-syarat yang membuat orang tidak sekedar sebagai pengikut atau pengamat, melainkan menjadi pemimpin. Syarat-syarat ini ada yang berlaku sepanjang zaman karena menyangkut hubungan manusia dan manusia, antara lain :
Pertama, orang itu diliputi dorongan kuat dalam kalbunya untuk memajukan bangsanya dengan mengajak orang-orang lain bergerak bersama dengan dia. Ia berkehendak kuat menjadi pemimpin bangsanya ke arah kemajuan dan kesejahteraan rakyatnya. Dorongan itu membuatnya tidak hanya berangan-angan, melainkan mengambil langkah-langkah secara kongkrit. Itu antara lain dilakukan Bung Karno pada tahun 1927 ketika mendirikan Partai Nasional Indonesia. Semangat dan antusiasme orang itu akan mempengaruhi orang lain dan merangsang mereka untuk bergabung dengan dia. Sebaliknya mungkin ada yang melawan dia kalau merasa disaingi atau berbeda pendapat. Makin orang itu mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi dan mengajak orang lain, makin banyak orang yang bergabung dan percaya kepadanya. Seorang pemimpin harus mampu merebut kepercayaan orang lain sehingga mereka dengan tulus bergerak dan berjuang bersamanya, bahkan ada yang secara sadar bersedia berkorban untuk perjuangan itu. Hal itu secara langsung atau tidak langsung menyempitkan ruang gerak bagi mereka yang menyainginya dan melawannya.
Kedua, karena pentingnya faktor kepercayaan, maka seorang pemimpin harus pandai berbicara dan meyakinkan orang lain tentang benarnya tujuan perjuangannya. Akan tetapi tidak cukup hanya pandai bicara, melainkan juga menunjukkan bukti akan kesungguh-sungguhannya atau komitmennya dalam mengejar tujuannya, dengan melakukan berbagai tindakan dan perbuatan yang meyakinkan orang lain bahwa ia bukan hanya penyebar omongan dan janji, melainkan seorang yang sanggup berbuat , seorang “Do-er”. Ia bukan orang yang hanya penuh pertimbangan, melainkan sanggup mengambil keputusan dengan perhitungan matang. Ia menunjukkan tauladan yang merangsang orang lain untuk mengikuti. Hal itu sebaiknya disertai hasil nyata (concrete results) yang menimbulkan rasa bangga pada semua yang bergerak bersamanya.
Ketiga, ia harus menggambarkan satu Wawasan atau Visi (Vission) yang menunjukkan secara jelas kepada semua pihak dan terutama kepada pengikutnya, apa yang hendak dicapai bersama. Wawasan itu harus cukup agung, tetapi tidak boleh sesuatu yang fantastis. Bung Karno dan Bung Hatta mengajak bangsa Indonesia mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Perdana Menteri Mahathir Mohamad mengajak bangsa Malaysia mewujudkan Visi 2020. Wawasan ini memberikan arah dan dorongan kepada semuanya untuk bergerak mencapai tujuan. Akan tetapi pemimpin juga harus mampu menjaga agar semua memegang teguh disiplin perjuangan dan mengoreksi yang lemah serta menghukum yang melanggar dan merintangi jalannya perjuangan. Pemimpin yang tidak sanggup memegang dan menegakkan disiplin perjuangan akan dinilai lemah dan menimbulkan rasa sangsi dan cemas pada pengikutnya. Sebaliknya menggembirakan lawan dan saingannya. Pemimpin harus mempunyai pikiran yang fleksibel dan terbuka, tetapi itu tidak boleh mengurangi keteguhan dalam pendirian dan sikap. Setiap keberhasilan untuk memperlemah dan meniadakan saingan dan perlawanan, apalagi kalau mampu membuat mereka malahan bergabung, akan menambah wibawa pemimpin.
Ini adalah semua syarat yang berlaku sepanjang zaman bagi orang yang berambisi menjadi pemimpin bangsa . Akan tetapi di samping itu pemimpin yang sukses tidak dapat mengabaikan perkembangan zaman dan kondisi lingkungan. Seorang yang tidak mampu memahami tata nilai bangsanya serta perkembngan yang terjadi pada nilai-nilai itu tidak akan mendapat respons memadai dari orang lain, apalagi untuk memperoleh kepercayaan mereka. Oleh karena itu ada syarat-syarat tambahan yang dapat berbeda substansinya dari zaman ke zaman. Itu adalah antara lain :
Keempat, pemimpin masa depan harus memahami masa depan umat manusia dan bangsa Indonesia. Adalah satu kenyataan bahwa perkembangan umat manusia amat dipengaruhi oleh sains dan teknologi. Pemimpin masa depan harus memahami perkembangan sains dan teknologi dan memanfaatkannya untuk kepemimpinannya. Visi 2020 Malaysia tepat sekali, karena mengajak bangsa Malaysia tidak saja melindungi nilai-nilai luhur bangsanya, tetapi juga mengusahakan penguasaan sains dan teknologi yang makin maju dan canggih. Di sini terletak kekurangan pemimpin Indonesia dalam hubungannya dengan Pancasila sebagai tujuan perjuangan. Bung Karno sebagai penggali Pancasila yang amat brilyan, tidak memperjuangkannya secara kongkrit. Presiden Soeharto menjadikan Pancasila azas tunggal bagi kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat, tetapi tidak mampu mewujudkan sintese dengan perkembangan umat manusia yang amat dipengaruhi oleh kemajuan sains dan teknologi. Akibatnya adalah bahwa sekarang Pancasila yang sebenarnya amat tepat sebagai wawasan bangsa Indonesia yang majemuk dan religius, justru dicemoohkan oleh banyak kalangan muda. Kalangan muda itu tidak diajak melihat relevansi Pancasila dengan perkembangan dunia modern yang meliputi pikiran dan perasaan mereka.
Kelima, pemimpin masa depan harus arif bijaksana dilandasi naluri (instinct) untuk memperjuangkan tujuannya dengan lebih canggih dan lihay. Pergaulan internasional dalam globalisasi tidak saja amat mempererat hubungan bangsa satu dengan yang lain, tetapi juga mempertinggi kondisi persaingan antar bangsa. Antara lain yang menonjol adalah sikap terhadap bangsa Amerika Serikat yang secara keras mengejar hegemoni dunia atas dasar keunggulan teknologi, ekonomi dan militernya. Mereka tidak segan-segan menyatakan bahwa siapa yang tidak bersama dia adalah lawannya. Padahal kepentingan nasional Indonesia dalam banyak hal tidak sama dengan kepentingan Amerika. Itu menimbulkan keadaan yang memungkinkan Indonesia dan Amerika mudah sekali berada dalam jalur yang berbenturan (collision course). Pemimpin yang kurang teguh jiwa juangnya akan mudah mengalah kepada kehendak Amerika yang kuat dan menjadikan bangsa Indonesia protektorat atau bahkan jajahan model baru Amerika. Tentu hal itu akan menimbulkan perlawanan mayoritas rakyat Indonesia yang tidak sudi dijajah lagi dan akan mengadakan perlawanan yang sukar diatasi. Sebaliknya, pemimpin yang sok berani tanpa perhitungan akan melawan semua kehendak Amerika. Padahal kemampuan Indonesia belum memadai untuk menghadapi tindakan Amerika yang dapat mengisolasi atau bahkan mengintervensi setiap bangsa. Pemimpin masa depan harus arif bijaksana tanpa menjadi lemah atau sebaliknya bersifat arogan, melainkan secara lihay dan canggih mencari jalan agar bangsa Indonesia tetap mampu mencapai tujuannya.
Keenam, pemimpin masa depan harus menyadari bahwa perkembangan umat manusia amat mempengaruhi bangsa Indonesia yang majemuk. Pengaruh itu terutama datang dari perkembangan demokrasi dan sains dan teknologi sebagai kenyataan menonjol umat manusia. Hal itu mendorong setiap suku bangsa dan daerah untuk mencapai kemajuan dan mampu menentukan nasibnya dalam arena dunia yang makin dinamis. Demikian pula setiap individu makin menyadari hak-haknya untuk maju dan bersedia memperjuangkannya. Namun sebaliknya juga dorongan untuk kebersamaan berkembang makin kuat. Adalah pula frappant bahwa di samping perkembangan sains dan teknologi yang begitu cepat dan luas terdapat peningkatan kesadaran manusia untuk hidup religius. Pemimpin masa depan harus dapat mengakomodasi semua kecenderungan itu untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itu sebabnya Pancasila sebagai Wawasn nasional dan dasar negara justru makin relevan untuk masa depan bangsa Indonesia. Yang menjadi kewajiban pemimpin masa depan adalah menjadikan nilai-nilai Pancasila tidak hanya sebagai semboyan belaka, sebagaimana hingga kini terjadi, melainkan membuatnya kenyataan yang hidup dalam setiap aspek kehidupan bangsa. Sebaliknya, pemimpin masa depan harus mampu membuktikan kepada pihak-pihak yang menolak Pancasila, bahwa tanpa Pancasila Indonesia akan berakhir sebagai entitas negara dan bangsa.
Ketujuh, pemimpin masa depan harus menciptakan wahana bagi perjuangannya yang dilandasi berbagai syarat di atas. Dalam masa kini wahana itu mau tidak mau adalah satu partai politik. Padahal partai politik sekarang sedang dalam kondisi amat tidak populer di pikiran dan perasaan rakyat dan khususnya para pemuda. Jadi pemimpin masa depan harus dapat menyusun partai politik demikian rupa sehingga tidak terbawa dalam arus partai politik lainnya yang kurang disukai rakyat dan pemuda. Sebaliknya, justru partai politik yang dibangunnya mmperoleh tanggapan rakyat dan pemuda yang positif dan penuh antusiasme. Hal ini amat ditentukan oleh sikap dan perilaku pemimpin masa depan tersebut. Sikap dan perilakunya harus sesuai dengan idealisme yang bergelora dalam pikiran dan perasaan rakyat serta pemuda, seperti orang yang hidup bermoral dan sederhana, jujur, konsekuen dan penuh komitmen dan lain sebagainya. Sikap dan perilaku itu harus pula tampak dalam gerak-gerik partai politik yang dipimpinnya. Akan tetapi pemimpin masa depan harus juga tetap realistis dan tidak dapat mengabaikan berbagai kenyataan kehidupan politik masa kini, seperti pentingnya faktor uang dalam berorganisasi, keharusan menyesuaikan diri dalam pergaulan masa kini, dan lainnya. Sebab itu pemimpin masa depan harus pandai menjaga idealisme yang sehari-hari disesuaikan dengan kenyataan yang tak dapat dihindarkan, suatu idealisme dengan nuansa pragmatis. Hal ini harus dapat menjadikan partai politiknya sebagai wahana perjuangan efektif untuk mencapai tujuannya. Bahwa hal demikian bukan utopi atau angan-angan kosong dapat dilihat di negara-negara lain, termasuk Malaysia, yang menunjukkan bahwa partai politik dapat menjadi wahana perjuangan efektif yang dipercaya rakyat banyak. Tanpa dukungan dan kepercayaan mayoritas rakyat tidak akan mungkin seorang pemimpin dan partai politiknya memperoleh kesempatan membawa kemajuan bagi bangsanya.
Demikianlah gambaran tentang berbagai syarat yang dihadapi setiap orang yang ingin menjadi pemimpin Indonesia dan membawa kemajuan dan kesejahteraan bangsanya.
Pemimpin yang dengan organisasinya berhasil memperoleh kekuasaan atas Republik Indonesia hendaknya menggunakan kekuasaan itu untuk manfaat maksimal bagi seluruh bangsa. Ia harus memberikan perhatian utama kepada pendidikan yang dapat mengangkat bangsa dari kebodohan dan kekurangmampuan sehingga rakyat menjadi cerdas dan dapat hidup sebaik-baiknya dalam kondisi negara dan dunia yang diliputi perubahan yang makin cepat. Ia harus memahami bahwa pendidikan perlu menjadi investasi utama bangsa Indonesia, satu hal yang hingga kini diabaikan oleh semua yang berkuasa di negara kita. Ia harus meningkatkan ekonomi rakyat banyak agar rakyat bertambah penghasilannya dan keluar dari kehidupan yang serba sengsara. Itu terutama penting bagi golongan yang paling rendah ekonominya, yaitu para nelayan dan petani. Di pihak lain harus pula ditingkatkan kemampuan produksi bangsa di bidang manufaktur dan jasa agar memberikan kesempatan kerja bagi banyak orang yang makin tinggi kemampuannya, khususnya dalam sains dan teknologi. Ia harus menghidupkan dan mengembangkan berbagai kekayaan budaya dan seni yang dimiliki rakyat Indonesia di semua daerah. Itu akan merupakan kekayaan nasional yang bukan main nilainya dan menjadi identitas bangsa. Ia harus menjaga kelestarian lingkungan Tanah Air Indonesia yang begitu kaya akan berbagai sumberdaya alam dan kini amat sering diterlantarkan. Ia harus menegakkan kekuasaan hukum yang menimbulkan rasa keadilan bagi seluruh rakyat. Dan untuk menjaga agar Indonesia selalu hidup dalam keadaan aman lahir dan batin ia harus meningkatkan kemampuan pertahanan dan keamanan nasional. Itu semua akan membuat Tanah Air dan Bangsa Indonesia makin maju, adil dan sejahtera lahir dan batin. Dengan jalan demikian pemimpin dan partai politiknya membuktikan bahwa kekuasaan yang diperolehnya benar-benar memberikan manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. Usaha demikian tidak akan pernah selesai karena akan terus dihadapi persoalan baru yang harus diatasi sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat banyak.
Nampaknya tidak mudah untuk memenuhi itu semua, apalagi kalau melihat kondisi para pemimpin Indonesia dewasa ini. Akan tetapi pasti ada pemuda yang masih bersedia menjadi pemimpin bangsa yang berbeda dari yang sekarang. Dan masih sanggup untuk melakukan berbagai hal sebagaimana diperlukan untuk menjadi pemimpin bangsa Indonesia yang sukses di masa depan. Pasti ia akan mendapat dukungan penuh dari rakyat dan para pemuda yang sudah ingin hidup dalam kondisi Tanah Air dan Bangsa yang lain dari sekarang, yang lebih menimbulkan harapan kongkrit bagi masa depan yang cerah. Marilah kita semuanya yang ingin melihat Indonesia maju dan sejahtera mohon sekuat-kuatnya semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan ridho dan kemurahanNya untuk terwujudnya perkembangan masa depan yang kita semua harapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar